A. Pengertian
Amanah dalam perspektif agama Islam memiliki
makna dan kandungan yang luas, di mana seluruh makna dan kandungan tersebut bermuara
pada satu pengertian yaitu setiap orang merasakan bahwa Allah SWT senantiasa
menyertainya dalam setiap urusan yang dibebani kepadanya, dan setiap orang
memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung
jawaban atas urusan tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sabda
Rasulullah saw :
“Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan
masing-masing kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah
pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adal
pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya,
seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dalam memelihara harta
tuannya dan ia akan ditanya pula tentang kepemimpinannya”. (HR Imam Bukhori).
Sementara pengertian amanah menurut kaca mata
kebanyakan orang awam seringkali diletakan pada pemahaman yang sempit, yaitu
sebatas memelihara barang titipan, padahal makna hakikatnya jauh lebih besar
dan lebih berat dari makna yang diduga. Amanah adalah sebuah kewajiban, di mana
sudah seharusnya semua orang Islam saling mewasiatinya dan memohon bantuan
kepada Allah swt dalam menjaganya.
Amanah ialah segala sesuatu yang dipercayakan
kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang lain, maupun hak
Allah SWT, atau sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang dinilai memiliki
kemampuan untuk mengembannya. Namun dengan kemampuannya itu juga bisa
menyalahgunakan amanah tersebut. Arti sesungguhnya dari penyerahan amanah kepada
manusia adalah Allah SWT percaya bahwa manusia mampu mengemban amanah tersebut
sesuai dengan keinginan Allah SWT.
B. Perintah Menunaikan Amanah
Amanah
(dapat dipercaya) merupakan sebaik-baik akhlak dari beberapa akhlak yang
terpuji. Sedangkan khianat (tidak dapat dipercaya) merupakan seburuk-buruk
akhlak yang hina dan rendah. Amanah merupakan hiasan bagi orang-orang yang
mulia dan berilmu. Sesungguhnya amanah dan shiddiq (jujur) merupakan sebagian
sifat-sifat Rasul.
Dari Anas bi
Malik, Rasulullah pernah bersabda, bahwa amanah bisa mengantarkan pelakunya
menuju surga.
“Berjanjilah
kepadaku enam perkara, niscaya aku berjanji kepada kalian akan surga, Para
sahabat lantas bertanya, “Apakah enam perkara itu?”, Rasulullah menjawab,”1.
Jika kalian berbicara maka jangan berdusta, 2. Jika kalian berjanji maka jangan
ingkar, 3. Jika kalian dipercaya maka jangan khianat, 4. Tundukkanlah pandangan
kalian, 5. Peliharalah kemaluan kalian, 6. Dan jagalah tangan kalian.”
Hudzaifah ra
dan Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah bersabda:
“Allah mengumpulkan semua orang.
Lalu orang-orang beriman berdiri hingga surga didekatkan. Mereka lalu datang
kepada Adam dan berkata, “Wahai bapak kami, bukalah surga itu untuk kami” Adam as menjawab; “Bukankah yang
mengeluarkan kalian dari surga adalah kesalahan bapakmu ini, Aku tidak berhak
untuk itu, pergi saja kalian ke anakku Ibrahim kekasih Allah”. Lalu Ibrahim pun
berkata: “Aku tidak berhak untuk membukanya. Aku disebut sebagai kekasihnya,
tidak seperti itu… tidak seperti itu, pergilah kalian ke Musa as yang pernah diajak bicara langsung
oleh Allah. Mereka pun datang kepada Musa, dan Musa as berkata; “Aku tidak berhak untuk
itu, pergilah kalian ke Isa as, Ia adalah kalimat dan ruh Allah”,
Isa pun berkata; “Aku tidak berhak untuk itu”. Kemudian mereka datang kepada
Muhammad SAW dan beliau kemudian berdiri dan diizinkan (oleh Allah SWT) untuk
berdiri. ”Amanah” dan ”rahim” diutus (untuk berangkat) lalu keduanya
berdiri di samping kanan kiri sirath. Orang pertama di antara kalian lewat
seperti kilat. Demi Allah, apa yang berjalan seperti kilat? Beliau bersabda,
“Tidakkah kalian lihat, bagaimana ia pergi dan datang dalam sekejap saja.”
Setelah itu ada yang lewat seperti angin, lalu ada yang seperti burung. Amal
perbuatan berjalan bersama orang-orang itu dan nabi mereka berdiri di sirath
sambil berdoa, “Rabbi, selamatkan, selamatkan, sampai amal hamba menjadi lemah.
Hingga ada seseorang yang datang tidak bisa berjalan kecuali dengan merangkak.
Di samping kanan dan kiri shirath itu terdapat pengait-pengait yang
digantungkan dan diperintahkan untuk mengambil siapa yang perlu diambil. Ada
yang tertangkap namun ia selamat dan ada yang terkait lalu dilemparkan ke
neraka. Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah di tangannya, kedalaman neraka
Jahannam itu sedalam tujuh puluh musim.” (HR. Muslim)
Hadits diatas menjelaskan bahwa amanah
dan rahim, amanah dan silaturahim sangat penting artinya, hingga
keduanya diletakkan oleh Allah di dua sisi sirath. Maksudnya, sifat
amanah dan rahim di akhirat nanti akan menjadi pengawal seseorang saat
menyeberangi Sirath; Jika seseorang menjaga amanah di dunia dan melakukan silaturahim
maka keduanya akan menyeberangkannya dengan selamat sampai surga. Sebaliknya
jika seseorang tidak menjaga amanah di dunia dan tidak melakukan silaturahim
maka keduanya tidak akan mampu mengawalnya menuju surga.
Manusia diperintah Allah untuk
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya (Q.S. 4 : 58), hal ini
berkaitan dengan tatanan berinteraksi sosial (muamalah) atau hablun min al-nas.
Sifat dan sikap amanah harus menjadi kepribadian atau sikap mental setiap
individu dalam komunitas masyarakat agar tercipta harmonisasi hubungan dalam
setiap gerak langkah kehidupan. Dengan memiliki sikap mental yang amanah akan
terjalin sikap saling percaya, positif thinking, jujur dan transparan dalam
seluruh aktifitas kehidupan yang pada akhirnya akan terbentuk model masyarakat
yang ideal yaitu masyarakat aman, damai dan sejahtera.
Kata amanah, jika disesuaikan dengan bentuknya
dalam Al Quran mempunyai beberapa makna, yaitu :
1. Kata amanah dikaitkan dengan larangan menyembunyikan persaksian atau
keharusan memberikan persaksian yang benar, firman Allah :
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (Q.S al Baqarah : 283)
2. Kata amanah dikaitkan dengan
keadilan atau pelaksanaan hukum secara adil, seperti firman Allah :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S an Nisa : 58)
3. Kata amanah terkaitkan dengan sifat khianat, seperti firman Nya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Q.S al Anfal : 27)
4. Kata amanah yang dikaitkan dengan salah satu sifat manusia yang mampu
memelihara kemantapan (stabilitas) rohaninya, tidak berkeluh-kesah bila ditimpa
kesusahan, dan tidak melampaui batas ketika mendapat kemenangan, seperti
firmanNya :
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. (Q.S al Ma’arij : 32-33)
5. Kata amanah difahami dalam pengertian yang sangat luas, baik sebagai tugas
keagamaan maupun tugas kemanusiaan umumnya, sebagaimana firmanNya :
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (Q.S al Ahzab :
72)
Upaya menjalankan amanat Ilahiyah baik yang kaitannya dengan hak-hak Allah,
maupun hak-hak hamba dan lingkungannya bukanlah perkara ringan, karena ia
merupakan salah satu sifat kenabian, yang dengan sifat itulah mereka para nabi,
rasul dan auliya dapat memelihara dan menjalankan amanat-amanat itu dengan baik
dan benar.
Rasulullah menjelaskan tentang dua tingkatan amanat, yaitu :
1. Ketika amanat masih dalam kondisi kokoh dalam hati manusia, kemudan
turunlah Al Quran, lalu mereka mempelajarinya dan mempelajari as Sunnah.
2. Ketika amanat tercabut dalam hati
manusia, yaitu ketika seorang hamba tidur, maka tercabutlah amanat dari hatinya
hingga tinggal bekas yang sangat sedikit. Kemudian ia tidur, maka tercabut pula
sisa bekas amanat itu, sehingga tinggal bagaikan belulang, bagaikan api yang
diinjak oleh kaki kemudian bengkak padahal tidak berisi apa-apa. (HR. Bukhari
Muslim dari Hudzaifah bin al Jaman ra.)
Ahmad
Musthafa Al-Maraghi membagi amanah kepada 3 macam, yaitu :
1.
Amanah manusia terhadap Tuhan, yaitu semua ketentuan Tuhan
yang harus dipelihara berupa melaksankan semua perintah Tuhan dan meninggalkan
semua laranganNya. Termasuk di dalamnya menggunakan semua potensi dan anggota
tubuh untuk hal-hal yang bermanfaat serta mengakui bahwa semua itu berasal dari
Tuhan. Sesungguhnya seluruh maksiat adalah perbuatan khianat kepada Allah swt.
2.
Amanah manusia kepada orang lain, diantaranya mengembalikan
titipan kepada yang mempunyainya, tidak menipu dan berlaku curang, menjaga
rahasia dan semisalnya yang merupakan kewajiban terhadap keluarga, kerabat dan
manusia secara keseluruhan. Termasuk pada jenis amanah ini adalah pemimpin
berlaku adil terhadap masyarakatnya, ulama berlaku adil terhadap orang-orang
awam dengan memberi petunjuk kepada mereka, memberi motivasi untuk beramal yang
memberi manfaat kepada mereka di dunia dan akhirat, memberikan pendidikan yang
baik, menyuruh berusaha yang halal serta memberikan nasihat-nasihat yang dapat
memperkokoh keimanan agar terhindar dari segala kejelekan dan dosa serta
mencintai kebenaran dan kebaikan.
3.
Amanah manusia terhadap dirinya sendiri, yaitu berbuat sesuatu
yang terbaik dan bermanfaat bagi dirinya baik dalam urusan agama maupun dunia,
tidak pernah melakukan yang membahayakan dirinya di dunia dan akhirat.
Dengan
memperhatikan pendapat Ahmad Musthafa Al-Maraghi tersebut, amanah melekat pada
diri setiap manusia sebagai mukallaf dalam kapasitasnya sebagai hamba Allah,
individu dan makhluk sosial.
Disamping
3 macam amanah tersebut di atas, terdapat satu macam amanah lagi yakni
Amanah terhadap lingkungan. Amanah terhadap lingkungan hidup berupa
memakmurkan dan melestarikan lingkungan (Q.S. 11 : 61), tidak berbuat kerusakan
di muka bumi (Q.S.7 :85). Eksploitasi terhadap kekayaan alam secara berlebihan
tanpa memperhatikan dampak negatifnya yang berakibat rusaknya ekosistem, ilegal
loging, dan pemburuan binatang secara liar merupakan sikap tidak amanah
terhadap lingkungan yang berakibat terjadinya berbagai bentuk bencana alam
seperti gempa bumi, longsor dan banjir serta bencana lainnya yang mempunyai
dampak rusak bahkan musnahnya tatanan sosial kehidupan manusia.
C. Berkhianat Sebagai Perilaku Munafiq
Rasulullah SAW menyatakan dan menggolongkan
seorang sebagai orang munafiq apabila ia tidak menjalankan amanah atau
berkhianat terhadap amanat.
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah
SAW telah bersabda : “Ciri-ciri orang munafiq itu ada tiga : Apabila ia
berbicara ia dusta, apabila ia berjanji ia tidak menepati dan apabila ia
dipercaya ia berkhianat.”
Dalam riwayat lain disebutkan , “Meskipun
ia puasa (Ramadhan), salat, dan mengaku sebagai muslim”
Sebagian ulama menyebutkan bahwa orang yang
memiliki tiga sifat tersebut adalah orang munafik dan kafir. Jika ia mengaku-aku sebagai orang Islam, hal itu
hanyalah kebohongan semata. Namun pendapat yang lebih tepat mengatakan, orang
tersebut tidak keluar dari Islam, hanya imannya tidak sempurna. Sebab, orang Islam
yang melakukan berbagai kemaksiatan, selama ia tidak meyakini
kemaksiatan-kemaksiatan itu boleh dilakukan, maka ia disebut sebagai pendosa,
dan tidak menjadikannya kafir. Ia dinamai munafiq karena ada persamaan sifat
dengan orang munafik.
Sebagai contoh, profesi dan keahlian atau ilmu
pengetahuan yang telah diraih oleh seseorang, hal itu merupakan amanat dan
titipan dari Allah, dan ilmu itu harus disampaikan dan dipergunakan untuk
kesejahteraan, kemanfaatan dan keselamatan hidup dan kehidupan manusia, baik
bagi dirinya pribadi maupun orang lain. Jika tidak, maka ilmu itu akan menjadi
kotoran dalam batin dan jiwanya.